Struktur CMMI dan Capability Level CMMI


2.1.2 Struktur CMMI untuk Continuous Representation
Seperti yang tertulis sebelumnya, pada penelitian ini digunakan pendekatan continuous representation. Melalui pendekatan ini, peningkatan yang ditunjukkan suatu organisasi diukur dalam empat tingkatan yang disebut capability level. Semakin tinggi level yang dicapai maka semakin cakap suatu organisasi dalam area proses yang telah dipilih sebelumnya. Selama pemenuhan capability level, komponen area proses yang harus dipenuhi yaitu Generic Goals (GG) yang dijabarkan dalam Generic Practices (GP) (lihat gambar 2.1). Penjelasan definisinya sebagai berikut [15]:
a.              Generic Goals (GG), dikatakan generic karena tujuan yang dinyatakan dalam generic goals diimplementasikan untuk beberapa area proses sekaligus. Dalam continuous representation, generic goals ini  identik dengan pencapaian tiap level. Generic goals mendeskripsikan karakteristik proses yang harus ada untuk mengimplementasikan setiap area proses.
b.             Generic Practices (GP) mendefinisikan aktivitas yang dianggap penting selama pencapaian generic goals.
c.              Specific Goals (SG) mendeskripsikan karakter unik yang harus ada untuk memenuhi area proses yang ada. Specific goals didefinisikan khusus dan berbeda-beda untuk setiap area proses.
d.             Specific Practices (SP) mendefinisikan aktivitas-aktivitas yang diharapkan ada dalam usaha pemenuhan sasaran tujuan yang diuraikan dalam specific goals.
Gambar 1.2 Struktur pendekatan continuous representation [8]

2.1.3 Capability Level pada CMMI SW-Development versi 1.3
Saat implementasi teknisnya, Capability Level (CL) memiliki empat tingkatan sebagai indikasi tingkat pencapaian organisasi terhadap setiap generic goals dalam sebuah area proses tertentu. Berikut ini penjelasan singkat dari masing-masing level tersebut:
a.             Level 0: incomplete. Dikatakan incomplete karena adanya area proses yang tidak diimplementasikan atau hanya berjalan sebagian saja. Penyebab area proses tidak diimplementasikan atau berjalan sebagian yaitu generic goals tidak diimplementasikan atau hanya sebagian yang diimplementasikan organisasi. Melihat kondisi ini, bisa dikatakan semua pengembang software minimal telah berada di CL 0.  
b.             Level 1: performed. Pada level ini, organisasi telah mengimplementasikan area proses tertentu secara utuh meliputi specific goals dan specific practices. Ketika sebuah organisasi berada di level ini, akan membawa kemajuan implementasi beberapa SP di setiap area proses yang justru memberikannya landasan kuat untuk peningkatan ke CL 2  hingga CL 3. 
c.              Level 2: managed. Pada level ini, pengembangan software telah dikelola dengan baik dalam suatu manajemen. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perencanaan di setiap prosesnya, adanya dokumentasi di setiap kegiatan, dan dilakukan pengawasan, kontrol dan evaluasi.
d.             Level 3: defined. Pada level ini, pelaksanaan area proses telah mencapai tingkat kecakapan dimana organisasi menggunakannya untuk implementasi lebih meluas. Setiap proses diatur dengan meilihat keterkaitannya dengan area proses lainnya [15].

Untuk mencapai ke capability level 3, suatu organisasi harus melalui level-level sebelumnya secara bertahap dan tidak dibolehkan dalam CMMI adanya lompatan-lompatan proses ke level tertinggi. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa usaha peningkatan kualitas software di CMMI berdasarkan kepada peningkatan proses yang tercantum pada tiap levelnya. 
Setiap capability level yang ada pada CMMI mencantumkan banyak proses yang diketahui dengan adanya generic practices. Penjabaran generic practices setiap capability level dapat dilihat tabel 2.1.
Tabel 1.1 Penjabaran Generic Practices pada Setiap Capability Level CMMI [8]
Capability Level (CL)
Generic Goals (GG)
Generic Practices (GP)
CL 0
Tidak ada generic goals
Tidak ada generic practices
CL 1
GG 1 Achieve Specific Goals
GP 1.1 Perform Specific Practices






CL 2





GG 2 Institutionalize a Managed Process
GP 2.1 Establish an Organizational Policy
GP 2.2 Plan the Process
GP 2.3 Provide Resources
GP 2.4 Assign Responsibility
GP 2.5 Train People
GP 2.6 Control Work Products
GP 2.7 Identify and Involve Relevant Stakeholders
GP 2.8 Monitor and Control the Process
GP 2.9 Objectively Evaluate Adherence
GP 2.10 Review Status with Higher Level Management
CL 3
GG 3 Institutionalize a Defined Process
GP 3.1 Establish a Defined Process
GP 3.2 Collect Process Related Experiences

Berdasarkan tabel 2.1 dapat diamati bahwa untuk mencapai Capability Level (CL) 3, pengukuran setiap area proses CMMI harus diukur berdasarkan tiga generic goals. Oleh karena itu, area proses yang akan diukur pada penelitian ini harus melewati ketiga generic goals. Apabila salah satu dari ketiga generic goals tidak terpenuhi maka pengukuran akan dihentikan.   

2.1.4 Practices Implementation Indicator (PII)
Practices Implementation Indicator (PII) adalah sekumpulan bukti yang menunjukkan adanya pelaksanaan practices CMMI di sebuah organisasi. Penemuan bukti-bukti tersebut akan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu [18]:
a.    Direct artifact adalah bukti yang menunjukkan adanya implementasi pada specific atau generic practices. Bukti ini dalam istilah CMMI dinamakan work product.
b.    Indirect artifact adalah bukti yang berisi deskripsi umum tentang pelaksanaan practices tetapi tidak menunjukkan informasi lengkap terhadap practices yang dijalankan seperti siapa pelaksananya, bagaimana pelaksanaannya.
c.    Affirmations adalah bukti berupa pernyataan secara lisan atau tertulis yang menunjukkan bahwa practices itu diimplementasikan.   

Dari hasil analisis diatas, maka dilanjutkan dengan pelabelan kategori implementasi setiap practices dapat dilihat tabel 1.2.
Tabel 1.2 Kategori Implementasi Practices [18]
Label
Penjelasan
Fully Implemented (FI)
Adanya direct artifact dan diimplementasikan secara tepat
Paling tidak ada satu indirect artifact atau pernyataan yang melengkapi direct artifact.
Tidak ada kekurangan yang berarti
Largely Implemented (LI)
Adanya direct artifact dan diimplementasikan secara tepat.
Paling tidak ada satu indirect artifact atau pernyataan yang melengkapi direct artifact.
Satu atau lebih kekurangan yang ditemukan
Partially Implemented (PI)
Tidak ada direct artifact atau bilapun ada tidak diimplementasikan dengan tepat
Adanya affiirmation atau bukti yang menyatakan proses tersebut dijalankan.
Satu atau lebih kekurangan telah didokumentasi
Not Implemented (NI)
Tidak mengimplementasikan semua bukti yang disebutkan



[8]     CMMI Product Team, 2010. CMMI for Development version 1.3. Pittsburgh: Carnegie Mellon University. 
[15]   Resmi Eviana, Shinta. 2008. Pengukuran dan Evaluasi Proses Rekayasa Software Menggunakan Standar Kualitas Capability Maturity Model Integration. Tugas Akhir di Institut Teknologi Telkom (IT Telkom). Bandung.
[18] SCAMPI, CMMI. 2008. CMMI Introduction. http://www.sqa.net/cmmi-scampi.html. Diakses tanggal 12 Februari 2012 pukul 06.00 WIB.


Model Pendekatan CMMI


Pada tahun 1980 Department of Defense (DoD) membentuk Software Engineering Institute (SEI) untuk melakukan penelitian terhadap kajian pengembangan perangkat lunak. Misi utamanya yaitu meneliti tingkat pengaruh maturity framework terhadap manajemen kualitas pengembangan perangkat lunak. Maka lahirlah framework CMMI yang merupakan sebuah model pengembangan untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat kematangan (maturity) dari proses rekayasa perangkat lunak.
CMMI menyediakan pedoman kepada pengembang perangkat lunak tentang bagaimana peningkatan kontrol terhadap membangun dan memelihara perangkat lunak, dan penerapan tata kelola dalam pengembangan perangkat lunak. Dengan demikian, ketika pengembang perangkat lunak menerapkan CMMI pada perusahaannya, diharapkan pengembang tersebut dapat mengendalikan dan mengarahkan software process. Sehingga segala hal pengembangan perangkat lunak dapat direncanakan dan diukur secara matang serta secara profesional.


Kerangka CMMI memiliki dua model pendekatan yaitu continuous representation dan staged representation. Kedua model pendekatan ini menawarkan alternatif untuk process improvement yang dapat meningkatkan pengetahuan pengguna terhadap kedua pendekatan. Berikut ini penjelasan dari kedua metode tersebut:
a.              Continuous representation, merupakan model pendekatan yang berfokus pada kapabilitas area proses yang diukur melalui level kapabilitas (capability level) [1]. Level kapabilitas suatu proses berkaitan pada pencapaian setiap generic goals pada suatu area proses. Level kapabilitas CMMI memiliki empat level yaitu dari level 0 hingga level 3 [2]. Pengukuran tersebut berdasarkan pemenuhan generic goals pada CMMI secara bertahap. Lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Struktur pendekatan continuous representation [2]

b.             Staged representation merupakan pendekatan berdasarkan kematangan suatu organisasi yang diukur dengan level kematangan (maturity level). Pada staged representation, level kematangan suatu perusahaan diukur dengan lima level yaitu level 1 hingga level 5 [1]. Dengan demikian, semakin tinggi level yang dicapai maka akan semakin tinggi tingkat kematangan yang dicapai perusahaan. Lebih jelasnya pemahaman struktur staged representation bisa dilihat gambar 1.2.   

Gambar 1.2 Struktur pendekatan staged representation [2]

[1]     Chrissis, Mary Beth. 2003. CMMI: Guideline for Process Integration and Product Improvement. Addison Wesley.

[2]     CMMI Product Team, 2010. CMMI for Development version 1.3. Pittsburgh: Carnegie Mellon University.