Nah, pak Bupati pun langsung mencari daerah yang cocok untuk pusat kota baru tersebut. Hal ini sulit dilaksanakan, pertama karena pada jaman baheula kota Bandung masih merupakan rawa-rawa (bekas danau purba Situ Hyang), kedua untuk mencari daerah baru itu harus berpedoman kepada sebuah primbon tata letak, semacam feng sui-lah.
Tempat yang dijadikan Pusat kota baru tersebut adalah kampung Cikalintu, dilembah sungai Cikapundung, sekarang daerah tersebut dinamakan Cipaganti (pengganti tempat lama). Tempat pertama pak Bupati mendirikan rumah beliau sekarang menjadi Mesjid Cipaganti.
Akan tetapi setelah melapor ke Deandels, ternyata Deandels tidak setuju pada daerah tersebut. Kemudian dicari lagi, ketemu dengan daerah yang namanya Kampung Pangumbahan, masih di lembah Cikapundung. Kenapa dinamakan kampung Pangumbahan, karena dulu tempat itu terkenal dengan tukang cuci-nya yang mencuci di sungai Cikapundung. Sekarang tempat itu berubah nama menjadi Kebon Kawung. Ternyata tempat itu juga tidak sesuai dengan keinginan Deandels. Pak Bupati, pun mencari tempat yang lain lagi, dan sampailah ke tempat yang sekarang menjadi Alun-alun Bandung. (menurut FengSui-nya tatar Pasundan daerah tsb memenuhi syarat sebagai tempat yang dinamakan Galudra Ngoeploek. Tanggal 25 September 1810 diresmikanlah kota baru Bandung di situ. Sedangkan pusat yang lama terkenal dengan nama Dayeuh Kolot (Dayeuh : Kota, Kolot : Tua).
Pada perkembangannya, ditahun 1896 sebagian dari Bandung dan Cimahi dijadikan pusat Militer Belanda di pulau Jawa, maka jangan heran kalau jalan-jalan ke Bandung dan Cimahi akan mendapatkan banyak bangunan militer peninggalan Belanda.
Pada tahun 1 April 1906, Bandung memperoleh status sebagai GEMEENTE (kota praja). Nah mulai tanggal inilah kota Bandung menjadi primadona di Nusantara. Pada saat itu ada sebuah perkumpulan yang namanya Bandong Vooruit. Perkumpulan inilah yang gencar menata Bandung sehingga Bandung mendapat julukan Parisj Van Java. Hasil jerih payah perkumpulan ini masih banyak tersebar di kota Bandung dan sekitarnya. Misalnya sebagian Jubileum Park (Tamansari) sekarang Bonbin, dulu taman ini memanjang dari jalan Siliwangi sampai Unisba sekarang. Ijzerman Park (Taman Ganeca), Insulide Park (Taman Nusantara/Taman Lalu Lintas sekarang), Oranje Plein (Taman Pramuka), Malooks Park (Taman Maluku), Tjitaroem Plein (Taman Citarum, sekarang mesjid Istiqomah), Taman Cibeunying Utara dan Selatan (sekarang jadi tempat penjualan tanaman hias). Di luar kota Bandung terdapat Dago Pakar, Maribaya dan kawan-kawannya.
Tahun 1920, merupakan masa keemasan Bandung, pertumbuhan ekonomi sangat pesat meskipun tidak semua orang menikmatinya (terutama pribumi). Sampai tahun 1940-an sebelum Jepang masuk ke Indonesia, jaman di Bandung terkenal dengan `jaman normal’ ada yang menyebutnya dengan jaman `tai kotok dilebuan‘ (tai ayam ditaburi abu). Pada tahun 1920 wilayah kota Bandung meliputi lapangan terbang Andir di sebelah Barat, Pabrik Kina di sebelah Utara, Oranje Plein di sebelah Timur, dan Lapangan Tegallega di Selatan.
Tanggal 1 April diperingati sebagai hari jadi Kodya Bandung, karena pada tanggal tsb tahun 1906 Bandung memperoleh status sebagai Gemeente (kotapraja/kotamadya).
Pada awal tahun 1997 diadakan sebuah seminar yang keputusannya mengganti peringatan hari jadi Kodya Bandung menjadi tanggal 25 September. Tanggal 25 September 1810 merupakan tanggal kepindahan pusat pemerintahan kabupaten Bandung dari Dayeuh Kolot ke Alun-alun Bandung Sekarang.
Wilujeng Tepang Taun, Bandung !
Uji Anova Satu Arah dengan Minitab
9 bulan yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar